Tentang Saya

Foto saya
Status dosen tetap di jurusan Analis Kesehatan Poltekkes kemenkes Banjarmasin, melalui blog ini saya ingin berbagi pada teman-teman yang menyukai perkembangan bidang kesehatan, terutama tentang manajemen kesehatan dan Laboratorium Kesehatan. Blog ini menyajikan berbagai materi perkuliahan, artikel, hasil penelitian bidang laboratorium kesehatan. Selain itu saya juga dosen pada PSKM Unlam, Akademi Kebidanan dan Akademi Keperawatan di Banjarmasin, Banjarbaru & Martapura. Buku yang telah telah diterbitkan oleh EGC Penerbit Buku-Buku Kedokteran Jakarta tahun 2009 berjudul Parasitologi Untuk Keperawatan. Buku lainnya yang telah disusun dan belum diterbitkan diantaranya buku Helmintologi Medik dan Protozoologi Medik untuk Analis Kesehatan.

Senin, 27 September 2010

Haemoflagellata (Lieshmania trofica)

Lieshmania trofica


Morfologi  dan siklus hiudp sama dengan Leishmania donovani,  hanya  lebih ringan.
Manusia merupakan hospes definitif, dan sebagai hospes reservoar di antaranya adalah anjing, gerbil dan binatang pengerat lainnya. dengan hospes perantara lalat phlebotomus. Parasit ini menyebabkan leishmaniasis kulit atau “oriental sore”.  Ada dua tipe “oriental sore” yang disebabkan oleh strain yang berlainan, yaitu : (1) Leishmania kulit tipe kering atau urban yang menyebabkan penyakit menahun. (2) Leishmania kulit tipe basah atau rural yang menyebabkan penyakit akut.

Distribusi Geografik
Daerah endemis penyakit ini terdapat di berbagai negera sekitar Laut Tengah, Laut Hitam, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, negari-negari Arab, India, Pakistan dan Sailan, dan di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan
Cara Penularan ; (1) Melalui gigitan lalat phlebotomus, atau melalui kontaminasi pada bekas gigitan dan luka-luka. (2) Kecepatan infeksi penyakitnya pada daerah – daerah endemin bersifat konstan, hal ini oleh karena kebiasaan menggigit dan vektornya tetap, yaitu pada musim–musim tertentu. 

Patologi dan Gejala Klinis 
Setelah parasit masuk ke dalam kulit hospes dan mengadakan multiplikasi di dalam sel retikulo endotel, tanda pertama kelainan kulit yaitu timbulnya papula yang keras dan tidak terasa sakit pada tempat gigitan. 
Masa inkubasi dapat pendek selama 2 minggu (L. major), atau beberapa bulan  sampai 3 tahun (L. tropika minor dan L. aethiopica). Papula terdapat pada bagian badan yang terbuka dimana serangga dapat menggigit. Papula terasa sangat gatal dan ukuran diameternya dapat mencapai 2 cm atau lebih. Dapat menyerupai jerawat selama pertumbuhannya, tetapi tidak menyerupai abses piogenik bakteriil. 
Dengan berlanjutnya proses multiplikasi parasit di dalam histosit, timbul destruksi papula diikuti nekrosis epidermis. Papula yang disebabkan oleh L. major ditutupi dengan eksudat serosa dan ulserasi, sedangkan papula yang terbentuk dari Leishmania tropica minor dan Leishmani aethiopica bersifat kering dan mengalami ulserasi setelah beberapa bulan. Bentuk ulkus seperti kawah dengan tepi yang menebal dan ukurannya terbatas. 
Terjadi pembentukan jaringan granulasi dan akhirnya terjadi penyembuhan spontan.  Pasien yang terinfeksi dapat sembuh sebelum atau sesudah ulserasi;  ulserasi akan meninggalkan bekas jaringan parut.  Lesi dari Leishmania major seringkali multipel, terutama pada pasien non-imun.  Lesi dapat berkonfluens dan mengalami infeksi sekunder.  Seringkali lesi semacam itu penyembuhannya lambat.  Lesi dari Leishmania tropica pertumbuhannya lambat dan mungkin tidak terjadi ulserasi. 
Infeksi dengan Leishmania aethiopica dapat menimbulkan tiga tipe lesi : “Oriental sore” yang klasik ; leishmaniasis mukokutan ; atau leishmaniasis kutan yang difus (LKD).  LKD mempunyai ciri khas berupa penebalan kulit berbentuk plak, papul, atau nodul multipel, terutama di bagian wajah dan anggota badan.  Dalam banyak hal, penyakit ini menyerupai lepra lepromatosa. Tidak terdapat kelainan mukosa atau ulserasi, dan penyakitnya tidak sembuh secara spontan. Infeksi mukokutan pada membran mulut, hidung, faring, dan laring, dapat menyebabkan destruksi jaringan lunak dan kartilago yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk.
Meskipun lesi kutan biasanya sembuh spontan, beberapa pasien mungkin bersifat alergi atau hipersensitif. Infeksi leishmania merangsang respons imun seluler maupun humoral.  Sembuhnya hospes tergantung dari perkembangan imunitas seluler.

Diagnosis
diagnosis terhadap kasus ini dengan cara ; (1) menemukan parasit dalam sediaan apus yang diambil dari tepi ulkus atau dari sediaan biopsy,  (2) pembiakan dalam medium N.N.N, dan (3) reaksi imunologi.
Di daerah endemik, diagnosis dapat ditegakkan atas dasar klinik, sehingga dibutuhkan pengenalan yang baik mengenai penyakit ini.  Diagnosis pasti tergantung dari ditemukannya bentuk amastigot dalam spesimen klinik atau promastigot dalam kultur. Leishmaniasis kutan dan mukokutan harus dibedakan dari ulkus tropikum, sifilis, frambusia, lepra, blastomikosis Amerika Selatan, atau sporotrikosis.
Biopsi dan aspirasi dapat diambil dari tepi lesi yang berindurasi.  Kerokan umumnya hanya akan menghasilkan infeksi bakteri sekunder.  Bahan yang didapat dari ulkus melalui aspirasi atau biopsi harus diambil dari bagian bawah ulkus.  Bahan aspirasi diletakkan di atas kaca obyek  untuk dikeringkan dan diperiksa dengan mikroskop.  Dari potongan jaringan biopsi juga dapat dibuat “imprint” jaringan atau sediaan apus. Semua sediaan yang akan dipulas dengan Giemsa, sebelumnya harus dikeringkan di udara terbuka dan difiksasi dengan methanol 100%.  Stadium amastigot akan ditemukan di dalam makrofag atau berada dekat dengan sel–sel yang pecah.  Stadium ini dapat dikenali dari bentuk, ukuran, perwarnaan yang khas dan terutama dengan adanya kinetoplas intrasitoplasmik. Dengan pulasan Giemsa, sitoplasma akan berwarna biru muda sedang inti dan kinetoplas akan berwarna merah atau ungu.  Pada lesi yang sangat dini atau lama, parasit hanya ditemukan sedikit, sehingga untuk menemukannya diperlukan pemeriksaan sediaan lebih lanjut.
Bahan untuk kultur harus diambil secara aseptis untuk membatasi kontaminasi bakteri yang cepat tumbuh dalam media kultur yang digunakan.  Sebelum dikultur, jaringan yang diambil harus dipotong-potong dulu.  Media yang digunakan adalah medium Novy, MacNeal, dan Nicolle (NNN) serta medium Drosophilia Schneider yang ditambah dengan serum fetus sapi 30%.
Sebelum memastikan bahwa kultur tersebut negatif, kultur harus diperiksa dua kali seminggu sampai 4 minggu kemudian.  Stadium promastigot dapat dideteksi secara mikroskopis melalui sediaan basah, lalu dipulas dengan Giemsa untuk mengetahui morfologinya.

Pencegahan
Metode pencegahan yang mungkin dilakukan yaitu melakukan penyemprotan tempat tinggal dengan insektisida dan mengoleskan repelen serangga pada kulit (Marsden, 1984). 
Penyemprotan merupakan kontrol yang efektif untuk leishmaniasis kutan di perkotaan tetapi tidak sesuai untuk tipe rural.  Kawat kasa dengan lubang yang halus juga dapat digunakan meskipun akan mengganggu pertukaran udara, dan seperti repelen serangga tidak menyenangkan bagi pemakainya.  Dibanyak daerah, kontrol terhadap reservoar tidak berhasil.
Seseorang dengan lesi, harus menggunakan penutup lesi untuk mencegah gigitan serangga, dan pasien juga harus diterangkan mengenai kemungkinan terjadinya autoinfeksi atau autoinokulasi.


Epidemiologi
Semua lalat pasir betina dewasa yang menularkan leishmaniasis kutan termasuk dalam genus Phlebotomus.  Vektor yang paling umum adalah P. papatasi dan P. sergenti.  Infektibilitas dari Phleboromus sp. terhadap L. tropica kompleks bervariasi, sehingga berpengaruh pada penularan penyakitnya.  Infeksi juga dapat ditularkan secara kontak langsung dari lesi yang terinfeksi atau secara mekanik melalui gigitan lalat kandang atau lalat anjing (Stomoxys).
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi antara penderita dan vektor, dianjurkan untuk menutup luka pada penderita.  Pemberantasan vektor (lalat pasir) dilakukan dengan penyemprotan DDT secara residual pada rumah-rumah.  Juga dianjurkan memakai kelambu atau repelen waktu tidur agar terlindung dari gigitan lalat.  Imunisasi aktif dengan jasad hidup dapat memberikan perlindungan yang efektif, meskipun imunitas tersebut baru didapat setelah beberapa bulan.
Di daerah endemik, vaksinasi diberikan dengan melakukan inokulasi eksudat dari lesi yang didapat secara alamiah ke orang yang nonimun. Proses imunisasi ini mirip dengan infeksi alamiah dalam hal luas dan lamanya penyakit. Infeksi ini biasanya terbatas sebagai lesi tunggal. Orang yang diimunisasi akan menjadi pembawa penyakit (“carrier”) dan sumber infeksi sampai lesinya sembuh.  Imunisasi jenis ini akan memberikan perlindungan seumur hidup untuk spesies yang homolog.

Haemoflagellata (Lieshmania donovani)

Parasit ini hidup di dalam darah atau jaringan tubuh manusia atau hewan. Serangga merupakan hospes perantara sekaligus vektor penularnya. Famili Tripanosomidae di antaranya mempunyai genus Lieshmania dan Trypanosoma, dan yang penting dalam bidang kesehatan mempunyai struktur tubuh yang rumit dengan morfologi umum sebagai berikut ; (1) Mempunyai dua stadium dalam siklus hidupnya, yaitu stadium flagellata yang langsing, memanjang dan sering melengkung, stadium non flagellata berbentuk bulat atau lonjong. (2) Inti berbentuk bulat atau lonjong, umumnya terletak sentral. Inti mempunyai fungsi menyediakan makanan bagi parasit, oleh karena itu ia disebut trophonucleus. (3) Kinetoplas, suatu benda yang berbentuk bulat atau batang yang ukurannya lebih kecil daripada inti dan terletak di depan atau di belakang inti. Kinetoplas  terdiri dari 2 bagian,  yaitu ;benda parabasal dan blefaroplas. (4) Flagel, adalah cambuk halus yang berfungsi untuk bergerak, yang keluar dari blefaroplas. Tidak semua bentuk mempunyai flagel. (5) Undulating membran, selaput yang terjadi oleh karena flagel melingkari badan parasit, sehingga terbentuk kurva-kurva yang jumlahnya tergantung panjangnya badan sitoplasma.

Morfologi
Berdasarkan susunan struktur tubuhnya, famili Trypanosomidae mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda dan berdasarkan stadium secara berurutan terdiri dari; (1) Leishmania (amastigot); berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai 1 inti dan satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagel. (2) Leptomonas (promastigot); berbentuk memanjang, mempunyai 1 inti yang terletak sentral  dan 1 flagel panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh dimana terletak kinetoplas, namun masih belum memiliki undulating membran. (3) Kritidia (epimastogot); bentuk tubuh memanjang dengan kinetoplas yang terletak di depan inti yang letaknya sentral, mempunyai undulating membran yang pendek dan menghubungkan flagel dengan tubuh parasit. (4) Trypanosoma (trypomastigot); bentuk langsing, memanjang dan melengkung, mempunyai inti yang terletak sentral dengan kinetoplas terletak dekat ujung posterior dan dengan flagel yang membentuk 2 – 4 undulating membran. (5) Trypanosoma metasiklik ; morfologinya mirip bentuk trypanosoma, hanya ukuran lebih kecil dan bentuk ini biasanya ada di tubuh vektor penular sebelum menjadi infektif bagi manusia.

Genus  Leismania termasuk golongan flagelata yang  hidup didalam  aliran  darah dan jaringan, dan memerlukan  vektor biologis. Genus leishmania ini mempunyai 3 (tiga) spesies yang bersifat infektif  pada manusia serta mengakibatkan sakit, yaitu ; Liesmania donovani, Leismania tropica, dan Leismania braziilensis.


Lieshmania donovani 
Manusia merupakan hospes definitive dan parasit ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut leishmaniasis visceral, yang disebut juga kala azar atau tropical splenomegaly atau dum-dum fever.  Hospes reservoarnya adalah anjing.  Di beberapa daerah, penyakit ini dapat merupakan penyakit pada anjing yang sewaktu-waktu dapat ditularkan kepada manusia.
Lalat Phlebotamus merupakan hospes perantara atau vektornya. Pada leishmaniasis viseral atau kala azar didapatkan lima tipe kala azar yang disesuaikan dengan letak geografik dan tipe strain dari vektornya. Kelima macam penyakit kala azar tersebut adalah : (1) Tipe India yang menyerang orang dewasa muda, dan merupakan tipe kala azar klasik dan tidak ditemukan pada hospes reservoar (anjing). (2) Tipe Mediterania, yang menghinggapi anak balita dan mempunyai hospes reservoar anjing atau binatang buas. (3) Tipe Cina yang biasanya menyerang anak balita tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. (4) Tipe Sudan, yang menghinggapi anak remaja dan orang dewasa muda, juga tidak ditemukan pada anjing tetapi mungkin mempinyai hospes reservoar binatang buas. (5) Tipe Amerika Selatan, penyakit ini jarang terjadi (sporadis) dan dapat menyerang semua umur.

Distribusi Geografik 
Daerah epidemi penyakit ini sangat luas, yaitu berbagai negara di Asia (India), Afrika, Eropa (sekitar Laut Tengah). Amerika Tengah dan Selatan.  Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
Sekitar Laut Tengah, penyakit ini hanya terdapat pada anak balita dan disebut “kala azar infantil”. Anjing merupakan hospes reservoar dan penting sebagai sumber infeksi. Pada anjing kelainan terdapat pada kulit, dinamakan “Hunde kala azar”. Di Eropa dan Amerika Selatan anjing sebagai binatang peliharaan juga merupakan hospes reservoar, sedangkan di India penularan terjadi langsung antara manusia dan manusia, karena anjing tidak penting sebagai hospes reservoar.
Gambaran klinik Leishmaniasis viseral cenderung berbeda antara kelainan yang endemik, epidemik, dan sporadik.  Penyakitnya merupakan zoonosis, kecuali di India, di mana Kala Azar merupakan antroponosis.  Di India, tidak terbukti adanya hospes reservoar pada mamalia selain manusia, yang juga merupakan hospes reservoar di daerah tertentu di Cina dan Kenya. Semua golongan umur rentan terhadap penyakit ini dan epidemi terjadi bila terjadi penurunan kekebalan.
Lieshmania donovani ditemukan di Afrika dan Asia, vektornya adalah lalat pasir Phlebotomus. Di daerah di mana terjadi penularan yang sporadis dari penyakit ini, Candidae liar dan berbagai binatang pengerat liar lainnya merupakan reservoar alamiah dari penyakit ini.
Leishmania donovani infantum ditemukan di Afrika, Eropa, daerah Mediterania, dan Asia Barat Daya. Infeksi terutama pada anak-anak dan di alam bersifat endemik.  Manusia merupakan hospes aksidental, sedangkan anjing dan Candidae lainnya merupakan reservoar alamiah. Di daerah tertentu, tikus dapat terinfeksi, sehingga memungkinkan tikus bertindak sebagai hospes reservoar.  Vektornya adalah lalat pasir Phlebotomus.
 
Morfologi
Leishmania berbentuk oval, berdiameter  2 mikron atau dengan ukuran 3-4 x  2  mikron, tidak mempunyai flagella, terdapat  axonema, 1 nukleus, 1 blefaroplas dan 1 kinetoplas. Bila  organisme  tersebut diwarnai dengan  Giemsa  atau Wright, maka nukleus dan kinetoplas akan  berwarna merah, sedang sitoplasma akan berwarna biru. Stadium leishmania hanya terdapat didalam tubuh tuan rumah (manusia), leishmania hidup intra selluler dan berkembang  biak dengan membelah diri.
Leptomonas berbentuk  panjang  dan berukuran antara  14 - 20 mikron. Mempunyai flagella pada posterior, terdapat  1 nukleus dan 1 kinetoplas yang bekerja sebagai inti lembaga flagella. Stadium  leptomonas terdapat di dalam tubuh tuan rumah perantara, yaitu lalat genus Phlebotomas. Leptomonas berkembang biak dengan membelah  meman­jang. Genus Leishmania mempunyai dua stadium, yaitu : stadium amastigot atau stadium leishmania yang terdapat pada manusia dan hospes reservoar, sedangkan stadium promastigot atau stadium leptomonas terdapat pada hospes perantara (lalat Phlebotomus atau lalat Luizomyia) dan dalam biakan N.N.N. (Novy–Mac Neal–Nicole).
Pada waktu lalat Phlebotomus menghisap darah penderita leishmaniasis, stadium amastigot terisap dan dalam lambung (midgut) lalat tersebut berubah menjadi stadium promastigot, berkembang biak dengan cepat secara belah pasang longitudinal dan menjadi banyak dalam waktu 3–5 hari. Kemudian stadium promastigot bermigrasi melalui esofagus dan faring ke saluran hipofaring yang terdapat dalam probosis lalat.  Stadium promastigot ini adalah stadium infektif dan dapat ditularkan kepada manusia atau hospes reservoar, bila lalat tersebut menghisap darahnya.
Dalam badan manusia stadium promastigot masuk ke dalam sel makrofag dan berubah menjadi stadium amastigot, selanjutnya stadium amastigot ini berkembang biak lagi secara belah pasang longitudinal dan seterusnya hidup di dalam sel (intraseluler).  Transmisi dapat terjadi secara kontak langsung melalui luka gigitan lalat. Parasit pada tubuh manusia hidup secara intraselular di darah, yaitu dalam sel retikulo-endotel (RE) sebagai stadium amastigot yang disebut dengan Leishmania donovan.  Parasit ini berkembangbiak secara belah pasang dan berukuran kira-kira 2 mikron. Sel RE dapat terisi penuh oleh parasit, dan mengakibatkan sel tersebut pecah. Stadium amastigot sementara berada dalam peredaran darah tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain, selanjutnya stadium ini dapat ditemukan dalam sel RE hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limpe viseral. Di lambung Phlebotomus, stadium amastigot ini berubah menjadi stadium promastigot yang kemudian bermigrasi ke proboscis. Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Phlebotomus yang memasukkan stadium promastigot melalui probosisnya ke dalam badan manusia.

Siklus Hidup
Siklus hidup Leishmania donovani sama seperti leishmaniasis kutan, kecuali sel retikulo-endotel yang terinfeksi dapat ditemukan di seluruh tubuh, tidak terbatas pada membran mukosa dan jaringan sub kutan. Organisme yang dimasukkan ke dalam tubuh oleh vektor pada saat menggigit, akan ditelan oleh makrofage jaringan.  Makrofage yang mengandung parasit akan masuk peredaran darah dan dibawa ke pusat-pusat sel retikulo-endotel seperti, sumsum tulang, hati, dan limpa, di mana bentuk amastigot akan mengadakan multiplikasi secara tepat.
Leishmaniasis ditularkan oleh lalat pasir phlebotomus betina.  Lalat pasir menggigit dan memasukkan promastigotes, kedalam pembuluh darah (1)Promastigotes difagositosis oleh macrophages (2) dan berubah menjadi amastigotes (3)Amastigotes memperbanyak diri dalam sel dan jaringan yang berbeda dan bertahan menjadi Leishmania species (4). Manifestasi klinik timbul saat infeksi oleh lalat pasir melalui darah ketika makrofage terinfeksi oleh amastigotes (5), (6).  Di lambung lalat pasir parasit berubah menjadi promastigotes (7), kemudian berkembang dan bermigrasi ke proboscis (8).

Gejala Klinis
Gambaran klinik dari penyakitnya dapat berbeda tergantung dari subspesies.  Masa inkubasinya 10 hari sampai 2 tahun, biasanya berkisar antara 2 - 4 bulan.  Perjalanan penyakitnya dapat perlahan-lahan atau akut, tergantung dari subspesies.
Apabila perjalanan penyakit perlahan-lahan, gejala-gejalanya mungkin tidak jelas, timbul perasaan tidak sehat, sedang pada yang akut menyerupai gejala awal dari tipus atau malaria. Gejala-gejala umum adalah demam, anoreksia, malaise, berat badan turun, dan sering timbul diare. Demam dapat terjadi dengan interval yang tidak teratur dan apabila sudah mantap, dapat terjadi dua atau tiga kali puncak demam dalam sehari.
Gejala klinik umum adalah hepatomegali yang tidak nyeri dan splenomegali, limfadenofati, dan kadang-kadang nyeri abdomen akut.  Menggelapnya warna kulit muka, tangan, kaki, dan perut (kala azar atau “black sickness”), sering terjadi di India pada orang-orang yang warna kulitnya lebih cerah. Timbulnya anemia, kakeksia, dan pembesaran hati serta limpa yang nyata merupakan petunjuk bahwa penyakitnya makin progresif.  Kematian dapat terjadi beberapa minggu kemudian atau setelah 2 - 3 tahun pada kasus kronik.  Sembuh secara spontan dapat terjadi juga pada seseorang yang asimptomatik.
Kasus-kasus subklinik di Italia dan Kenya diperkirakan melebihi kasus klinik dengan perbandingan 5 : 1.  kematian seringkali disebabkan karena komplikasi seperti disentri basiler atau amebik, septikemi, dan pneumonia.
Leishmaniasis post dermal merupakan keadaan yang terlihat pada beberapa pasien leishmaniasis viseral yang diobati dan terutama terlihat pada anak di India. Lesi kulit di badan dapat mengalami hipopigmentasi atau tampak sebagai makula eritematosa yang kemudian akan menjadi nodular. Ruam seperti kupu-kupu (“butterfly rash”) mirip lupus dapat terlihat di bagian wajah.  Apabila jumlah nodul makin banyak, stadium ini akan sulit dibedakan dengan lepra lepromatosa atau leishmaniasis kutan diseminata.  Secara histologis, lesi eritematosa dan nodular dihubungkan dengan jumlah parasit yang banyak.
Dengan adanya parasit dalam sel retikulo-endotel (RE), akan terjadi hiperplasia dari sel RE di hati, limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe, mukosa usus kecil, dan jaringan limfoit lainnya.  Mula-mula hematopoesis normal, kemudian terjadi depresi yang mengakibatkan masa hidup eritrosit dan lekosit menjadi singkat, sehingga terjadi anemia dan granulositopenia.  Poliferasi sel RE akan menyebabkan hipertrofi hati dan limpa yang massif, yang besarnya dapat kembali normal bila pengobatan penyakitnya berhasil.
Infeksi mengakibatkan penekanan dari kekebalan dengan perantaraan sel (“cell mediated immunity”) sehingga terjadi penyebaran dan multiplikasi parasit yang tidak terkendali.  Produksi globulin meningkat dengan kadar Ig G dan Ig M yang tinggi. Kompleks imun yang beredar termasuk imunoglobulin dari kelas A, B, dan M dapat ditemukan dalam serum. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen untuk tes kulit mengalami penekanan atau tidak ada. Pasien yang telah sembuh dari infeksi, diperkirakan akan menjadi kebal terhadap reinfeksi.
 
Patologi
Karena banyak sel RE yang rusak, maka tubuh berusaha membentuk sel-sel baru, sehingga terjadi hiperplasi dan hipertrofi sel RE.  Akibatnya terjadi pembesaran limpa (splenomegali), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) dan anemia oleh karena pembentukan sel darah terdesak.  Masa tunas penyakit ini belum pasti, biasanya berkisar antara 2 – 4 bulan. 
Setelah masa tunas, timbul demam yang berlangsung 2 – 4 minggu; mula-mula tidak teratur, kemudian intermiten. Kadang-kadang demam menunjukkan dua puncak sehari (double rise). Demam lalu hilang, tetapi dapat kambuh lagi.  Lambat laun timbul splenomegali dan hepatomegali.  Kelenjar limfe di usus dapat diserang parasit ini; pada infeksi berat di usus dapat terjadi diare dan disentri.  Anemia dan leukopenia terjadi sebagai akibat diserangnya sumsum tulang.  Kemudian timbul anoreksia (tidak nafsu makan) dan terjadi kakeksia (kurus kering), sehingga penderita menjadi lemah sekali.
Daya tahan tubuh menurun, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder.  Sebagai penyulit antara lain dapat terjadi kankrum oris dan noma. Penyakit kala azar biasanya bersifat menahun.  Sesudah gejala kala azar surut dapat timbul Leismanoid dermal, yaitu kelainan pada kulit yang disebut juga leismaniasis pasca kala azar.
Pada penderita AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) dan penderita kanker yang diobati dengan obat-obatan imunosupresan leismania dapat hidup tanpa menimbulkan gejala leismaniasis viseral.
 
Diagnosis
Meskipun gambaran kliniknya mendukung, diagnosis pasti dari Kala Azar tergantung dari ditemukannya bentuk amastigot pada spesimen pasien.  Spesimen jaringan yang berasal dari fungsi limpa memberikan hasil positif yang tinggi, tetapi prosedurnya mengandung resiko bagi pasien.  Spesimen lainnya adalah biopsi hati, sumsum tulang sternal atau krista iliaka, dan “buffy coat” darah vena.  Sediaan apus atau “imprint” jaringan harus dibuat dan diperiksa. Bahan harus dikirim untuk potongan histologis dan kultur (Saran dkk, 1986).
Efektivitas dari kultur dan sediaan apus diperbandingkan oleh Lightner et all (1983). Untuk mengoptimalkan deteksi, harus dikerjakan pemeriksaan langsung mikroskopis dan kultur. Apabila tersedia, dapat dilakukan juga inokulasi intra-peritoneal pada tupai.  Binatang tersebut harus dibunuh 2 atau 3 bulan kemudian, dan hati serta limpanya diperiksa untuk menemukan parasit secara mikroskopis dan/atau kultur.
Terdapat peningkatan dari gamma globulin baik IgG maupun IgM pada kasus Kala Azar, hal ini menjadi dasar untuk tes aldehid atau formal-gel yang digunakan di daerah endemis (Napier, 1922). Tes ini merupakan tes skrining, di mana sebagian besar pasien dengan infeksi aktif memberikan hasil yang positif.  Caranya setetes formaldehid ditambahkan ke dalam tabung yang berisi 1 mL serum pasien dan diobservasi timbulnya kekeruhan serta konsistensi kental dalam waktu 3 menit - 24 jam.

Mastigofora (Trichomonas)

Menurut tempat hidupnya genus Trichomonas pada manusia ada 3 spesies, yaitu Trichomonas hominis pada usus, Trichomonas tenax  pada rongga mulut, dan Trichomonas vaginalis terdapat pada saluran urogenital. Di antara ketiga spesies ini hanya Trichomonas vaginalis saja yang menimbulkan sakit pada manusia, sedangkan dua spesies lainnya apatogen. Genus Trichomonas hanya memiliki bentuk tropozoit dan tidak memiliki bentuk kista. Meskipun antar Trichomonas mempunyai perbedaan-perbedaan dalam ukuran, ciri-ciri inti dan flagel, namun pemeriksaan laboratorium sulit memastikan diagnostik spesises atas dasar morfologi, sehingga penting diperhatikan tempat pengambilan spesimen sebagai tempat hidup parasit untuk mempermudah menentukan spesies Trichomonas


Trichomonas vaginalis
Parasit ini terdapat pada genital wanita dan pria, terutama ditemukan pada saluran kencing kedua jenis kelamin tersebut. Wanita frekuensi lebih banyak dijumpai daripada pria, dan penyakit ini bersifat kosmopolit. Morfologi hanya memiliki bentuk tropozoit
 
Morfologi 
Morfologi berukuran antara 15 - 20 x 10 mikron, tidak berwarna dan bentuknya cuboid. Sitoplasmanya bergranula dimana granula  tersebut  pada umumnya terletak di sekitar custa dan axostyle (ax;axostyle). Membran bergelombang (um;undulating membrane) berakhir pada pertengahan  tubuh, jadi tidak mempunyai flagela bebas (Fg). Sitostoma tidak nyata (cy;sytostoma), nukleus (nu). Makanannya adalah kuman-kuman, sel-sel vagina, hanya dapat hidup pada pH  diatas 5,5 - 7,5

Siklus hidup 
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uterus dan prostat. Parasit ini hidup di makosa vagina dengan makan bakteri dan leukosit. Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel-sel epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel antesias dan membran bergelombang. Trichomonas berkembang biak secara belah pasang longitudinal.
Di luar habitatnya, parasit mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup selama 5 hari pada suhu 00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH kurang dari 4,9, inilah sebabnya parasir tidak dapat hidup di sekitar vagina yang asam (pH 3,8 – 4,4). Parasit ini tidak tahan pula terhadap desinfektans dan antibiotik.
Infeksi terjadi secara langsung waktu bersetubuh melalui bentuk trofozoit pada keadaan lingkungan sanitasi kurang biak dengan banyak orang hidup bersama dalam satu rumah. Infeksi secara tidak langsung melalui alat mandi seperti : lap mandi atau alat sanitasi seperti toilet seat, pernah di laporkan.
Keterangan gambar ; Trichomonas vaginalis terletak di bawah saluran kelamin wanita dan di uretra dan prostate pria (1), mereflikasi dengan cara binary fission (2)Parasit ini tidak memiliki bentuk kista dan tidak dapat bertahan dilingkungan luar.  Trichomonas vaginalis ditularkan antar manusia, dengan penularan utama melalui hubungan sex (3).


Patologi dan Gejala Klinis 
Trichomonas vaginalis yang di tularkan pada jumlah cukup ke dalam vagina dapat berkembang biak, bila flora bakteri, pH dan keadaan fisiologi vagina sesuai. Setelah berkembang biak cukup banyak, parasit menyebabkan degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina. Keadaan ini disusul oleh serangan leukosi, dan disekitar vagina tedapat banyak leukosit dan parasit bercampur dengan sel-el epitel. Sekret vagina mengalir keluar vagina dan menimbulkan gejala flour albus atau keputihan. Setelah lewat stadium akut, gejala berkurang dan dapat reda sendiri.
Pada pemeriksaan in speculo, tampak kelaian berupa vaginitis, dinding vagina dan porsio tampak merah meradang dan pada infeksi berat tampak pula pendarahan-pendarahan kecil. Flour tampak berkumpul di belakang porsio, encer atau sedikit kental pada infeksi campur, berwarna putih kekuning-kuningan atau putih kelabu dan berbusa.banyak flour yang di bentuk tergantung dari beratnya infeksi dan stadium penyakit.
Selain gejala flour albus yang merupakan keluhan utama penderita, pruritus vagina atau vulva dan disuria (rasa pedih waktu kencing) merupakan keluhan tambahan. Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan uretritis. Kadang-kadang infeksi terjadi tanpa gejala. Pada pria, infeksi biasanya terjadi tanpa gejala, atau dapat pula menyebabkan uretritis, prostatitis dan prostatovisikulitis.


Diagnosa
Diagnosis berdasarkan keluhan keputihan atau flour albus, rasa panas dan gatal pada vulva/vagina dan keluarnya sekret encer, berbusa berbau tidak sedap dan berwarna kekuning-kuningan, serta adanya rasa bekas garukan karena gatal dan heperemia pada vagina. Diagnosis laboratorium di buat dengan menemukan parasit Trichomonas vaginalis pada bahan sekret vagina, sekret uretra, sekret prostat dan urine. Dengan cara pembuatan preparatnya sbb : 1) Pada wanita, diambil sekret dari vagina (diambil  pada bagian yang putih). 2) Pada  laki-laki  dengan cara memasukan  jari  peranum, kemudian  prostat dipijat sampai keluar sekret 1  -  2 tetes
Untuk kontrol pasca pengobatan, pemeriksaan langsung dengan menggunakan mikroskop perlu di tunjang dengan melakukan pembiakan sekret vagina atau bahan lain dalam medium yang cocok. Test serologis sukar dilakukan
Pengobatan
Dasar pengobatan ialah memperbaiki keadaan vagina dengan membersihkan mukosa vagina dan menggunakan obat-obat per os dan lokal. Pada saat ini metronidazol merupakan obat yang efektif untuk pengobatan trikomoniasis, baik untuk pria maupun untuk wanita.dosis per os 2 x 250 mg sehari selama 5-7 hari untuk suami atau istri. Dosis lokal untuk wanita adalah 500 mg metrodizal dalam bentuk tablet vagina sehari selama 5–7 hari.


Epidemiologi dan Pencegahan
Trikomoniasis vagina ditemukan di mana-mana. Penelitian menunjukkan bahwa parasit ini di temukan pada semua bangsa/ras dan pada semua musim, sukar untuk menentukan frekuensi penyakit ini di suatu daerah atau negeri, karena kebanyakan penelitian dilakukan pada golongan tertentu saja seperti golongan wanita hamil (18 – 25 % di AS) dan dari klinik ginekologi (30 – 40 % di eropa timur). Di Indonesia berdasar hasil penelitian di RSCM Jakarta terdapat 16% kasus dari klinik kebidanan dan 25 % wanita dari klinik ginekologi (sample sebanyak 1146 orang). Cara pemeriksaan yang berbeda dapat pula memberikan hasil yang berlainan, pada pria umumnya angka-angka yang ditemukan lebih kecil, mungkin sekali oleh karena parasit lebih sukar di temukan dan oleh karena infeksi seringy berlangsung pada gejala pada wanita parasit lebih sering di temkan pada kelompok usia 20 – 49 tahun, berkurang pada usia muda dan usia lanjut dan jarang pada anak gadis.
Untuk pencegahan, karena kelaian, kasus-kasus tanpa gejala pada pria perlu mendapat pengobatan yang tuntas. Demikian pula suami dari wanita yang menderita trichomoniasis perlu di beri pengobatan yang sama seperti istrinya sampai parasit tiak di temukan lagi pada pembiakan kontrol.


Trichomonas tenax 
Merupakan Trichomonas yang kecil,dengan ukuran antara 5-10 µ x 4-6 µ. Bentuknya  mirip dengan Trichomonas yang  lain,perbedaannya adalah sebagai berikut: ukurannya lebih kecil, axonema lebih panjang dan kecil, Parabasa apparatus (blepharoplas) lebih anterior/kede­pan, dari blepharoplas keluar 4 buah flagella ; membran bergelombang 2/3 panjang tubuh, flagella bebas tidak ada.
Mempunyai  habitat  pada  rongga mulut  (pada  ginggiva  dan tonsil), biasanya bersamaan dengan infeksi-infeksi lain. Diagnosa laboratorium dengan membuat preparat dari nanah/kotoran.



Trichomonas hominis
Morfologi berukuran antara 8 - 12 mikron x 5 - 7 mikron dan rata-rata 15 mikron. Sitoplasma berbintik-bintik halus dan banyak vakuole  maka­nan. Nukleus berbentuk cuboid dengan kariosome yang terletak sentral (semua  Trichomonas), membran  inti  terdiri  dari granuler kromatin yang halus. Terdapat 3 - 5 flagela dibagian anterior, flagella yang membatasi membran yang bergelombang  berakhir pada ujung posterior dan keluar sebagai flagella yang bebas atau Free Flagellum. Membran bergelombang sepanjang tubuhnya, Axonema menonjol keluar dari ekor. Mempunyai habitat pada usus besar, terutama pada caecum. Pergerakkannya lebih cepat (bergerak dengan cepat). Penularannya melalui mulut terutama pada orang-orang dengan higine yang rendah
Diagnosa : ditemukan parasit Trichomonas hominis dalam faeces

Mastigofora Usus


Protozoa yang termasuk dalam kelas Mastigofora (Flagellata) memiliki satu atau lebih flagel yang mempunyai peranan untuk bergerak. Berdasarkan tempat hidupnya maka Flagellata ini dapat dikelompokkan menjadi hemoflagellata yang berhabitat di dalam sistem peredaran darah dan jaringan, dan kelompok yang lain adalah flagellata usus, mulut dan genital. Termasuk dalam kelompok hemoflagellata di antaranya adalah genus Trypanosoma dan Leismania, sedangkan yang termasuk dalam kelompok flagellata usus adalah Chilomastix mesnili, Trichomonas hominis, Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan Giardia lamblia. Sedangkan Trichomonas tenax termasuk flagellata mulut dan Trichomonas vaginalis termasuk kelompok flagellata genital.
Gambar Morfologi Umum Flagellata
Flagellata yang berhabitat di usus, mulut dan genital ini umumnya mempunyai 2 macam bentuk, yaitu tropozoit dan kista, kecuali genus Trichomonas hanya memiliki bentuk tropozoit. Pada bentuk tropozoit, lebih dari satu flagel keluar dari blefaroplas. Tidak semua genus flagellata mempunyai undulating membrane. Bentuk inti tiap-tiap spesies flagellata mempunyai ciri khas. Reproduksi terjadi dengan cara membelah diri (binary fission). Dalam penularannya, bentuk kista flagellata merupakan bentuk yang infektif, dan untuk keperluan siklus hidupnya flagellata golongan ini hanya membutuhkan satu hospes (monoksen). Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis saja yang sampai saat ini dapat menimbulkan sakit pada manusia.

Giardia lamblia
Parasit ini di temukan oleh Antoni Van leuwenhoek (1681), sebagai mikro organisme yang bergerak-gerak didalam tinja, dan flagellata ini pertama kali di kenal serta dibahas oleh lambl (1859), dan diberinama “intestinalis“. Stiles (1915) memberikan nama baru, Giardia lambia, untuk menghormati Prof. A. Giard dari Paris dan Dr. Lambl dari Prague.
Manusia adalah hospes alamiah Giardia lamblia, selanjutnya spesies dan morfologi yang sama ditemukan pada berbagai hewan, penyakit yang di sebabkannya disebut Giardiasis, Lamblias, dengan distribusi geografik bersifat kosmolit dan lebih sering di temukan di daerah beriklim panas dari pada di daerah beriklim dingin, dan parasit ini juga di temukan di Indonesia.

Morfologi 
Giardia lamblia mempunyai bentuk tropozoit  dan   kista, dan hidup di duodenum dan di proksimal jejenum. Makanan diambil dari isi usus, meskipun parasit ini mungkin mendapat makanan dengan mempergunakan batil isapnya dari sel-sel epitel. Sedangkan cara berkembang biaknya dengan cara pembelahan mitosis selama terbentuk kista.
Bentuk tropozoit simetris berukuran 15 - 20  x  5 - 15  mikron  dan  rata-rata 14 x 7 mikron. Mempunyai 2 inti/nukleus (Nu) dan kariosome (k) letaknya ditengah-tengah, bagian dorsal bentuknya convex (cembung), bagian  ventral bentuknya mendatar dan  terdapat 2 buah alat pengisap (AD = Adhesive Disc;sucking dise), yang berfungsi sebagai alat melekatkan diri pada dinding mukosa. Pada bagian anteriornya terdapat blefaroplas, sitoplasma terdapat bintik-bintik halus, ujung posterior terdapat parabasal body (MB;Median Bodies). Mempunyai 4 pasang flagela (Fg), yang terdiri dari : 2 pasang cros lateral flagel (bagian anterior), sepasang uncros lateral flagel (tubuh bagian lateral), sepasang uncros flagela (terletak bagian posterior). Terdapat axonema (Ax;2 axonema).
Bentuk Kista berukuran 12 x 8 µ, dengan dinding tebal sebagai alat pelindung, sitoplasma granuler. Flagelanya masuk ke dalam costa dan costa yang mengandung flagela ini  disebut sebagai bristle, dan pada bagian  tengahnya  terdapat axonema. Mempunyai nukleus antara 2 - 4 buah
  
Siklus Hidup
Giardia lamblia tidak mempunyai hospes perantara dalam kelansungan hidupnya. Bentuk kista resisten yang bertanggung jawab terhadap penularan giardiasis.  Kista dan tropozoit dapat ditemukan dalam tinja (diagnostic stages) Œ(1).  Kista mampu bertahan pada air dingin samapai beberapa bulan.  Infeksi terjadi karena termakan kista yang terkontaminasi pada air, makanan atau langsung dari tangan ke mulut (hands or fomites) (2).  Dalam usus halus, terjadi proses ekskistasi menjadi tropozoit (tiap kista menghasilkan 2 tropozoit) (3).  Tropozoit membelah diri secara longitudinal binary fission kemudian berdiam dalam lumen di bagian proximal bowel dan menjadi bebas atau menyerang mukose dengan sucking disknya (4)�.  Proses inkistasi melalui rongga usus besar.  Kista umumnya ditemukan dalam tinja non-diarrheal(5).

   
Patologi dan Gejala Klinis
Dengan melekatnya parasit pada mukosa usus dapat menyebabkan peradangan kataral yang ringan. Dan kegiatan mekanik dan toksik menggangu penyerapan Vitamin A dan lemak. Giardiasis pada binatang tidak menyebabkan lesi, tukak yang luas di usus muda bagian proksimal pernah ditemukan pada autopsi seorang penderita dengan perjalanan penyakit yang tiba-tiba hebat. Kecendrungan gejala klinis yang di sebabkan oleh Giardiasis tidak ada (asymtomatik).




Pengobatan
Karena pengobatan dengan kuinakrin aman dan efektif, semua infeksi di obati secara rutin dengan dosis sebagai berikut :  Dewasa ; 100 mg x 3/hari selama 5 hari, Anak-anak; 8 mg/kg BB/hari selama 5 hari. Untuk pencegahan di ambil tindakan yang sama seperti yang di pakai untuk Entamoeba histolytica.


Chilomastix mesnilli
Flagellata yang tidak patogen ini mempunyai morfologi yang harus dibedakan dengan flagellata yang patogen. Chilomastix mesnili mempunyai tropozoit berbentuk buah pir dan kista.
Chilomastix  mesnilli berbentuk seperti   kerucut  dengan sebuah celah spiral. Biasanya dalam lapangan pandang mikroskop terlihat  bergerak  berputar-putar. Dalam lingkaran hidupnya parasit  ini mempunyai 2 bentuk stadium, yakni stadium  Tropo­zoit dan Kista.
Bentuk tropozoit seperti buah pir ( asimetris), ukuran 15 x 7 μ (rata-rata 12 μ) Yang  khas adalah bagian tubuh tengahnya terdapat  spiral groove yang mempunyai panjang 0,5 dari tubuhnya. Mempunyai 1 inti dan kariosome letaknya di tengah-tengah, sitoplasma letaknya dekat inti / nukleus, sitoplasma  terdapat bintik-bintik halus seperti Giardia lamblia dan membran inti tipis berbatas tegas. Terdapat  6  (enam) buah flagela  yang  letaknya :  2 buah flagella bebas di anterior, 2 buah flagella terletak di sekitar mulut, dan 2 buah flagella pada mulut
Kista berbentuk agak lonjong, berukuran 7 - 10 μ, dinding luar tebal dan tidak berwarna. Mempunyai 1 inti dan membran inti berkembang dengan  baik dan kariosome sentral atau lateral, sitostoma  dan sisa alat lokomotor atau  sitostoma masih ada.

Ciliata (Balantidium coli)

Balantidium coli merupakan protozoa usus manusia yang terbesar dan satu-satunya golongan ciliata manusia yang patogen, menimbulkan balantidiasis atau ciliate dysenteri. Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi sebagai reservoir host, hidup di dalam usus besar manusia, babi dan kera. B.coli  dalam siklus hidupnya memiliki 2 stadium, yaitu stadium tropozoit dan kista. Lingkaran hidup B.coli dan E.histolitica sama, hanya saja bentuk kista dari B.coli tidak dapat membelah diri sebagaimana layaknya  E.histolitica.

Morfologi
Tropozoit berbentuk lonjong, ukuran 60-70 x 40-50 µm. Tubuh tertutup silia pendek, kecuali di daerah mulut silia lebih panjang (adoral cilia). Bagian anterior terdapat cekungan dinamakan peristom dan terdapat mulut (sitostom), tidak memiliki usus namun dibagian posterior memiliki anus (cy;cytoyge). Terdapat 2 inti yang terdiri dari makronukleus (maN;berbentuk ginjal) dan mikronukleus (miN;berbentuk bintik kecil) yang terdapat pada cekungan makronukleus. Terdapat vakuole makanan (berisi sisa makanan ; bakteri, leukosit, erithrosit, dll) dan vakuole kontraktil (cv)

Kista berbentuk bulat, ukuran 50-60 µ, dinding dua lapis, sitoplasma bergranul, terdapat makro & mikronukleus serta sebuah badan refraktil. Tropozoit hidup dalam mukosa dan sub mukosa usus besar, terutama di daerah sekum bagian terminal daripada illeum. Bergerak ritmis dengan perantaraan cilia. Tropozoit tidak dapat lama hidup di luar badan, tetapi kista tetap hidup selama beberapa minggu. Kista yang dapat hidup di luar badan adalah bentuk infektif. Bila tertelan oleh hospes baru, maka dinding kista hancur dan trofozoit yang dilepaskan masuk dinding usus, dan memperbanyak diri.

Siklus Hidup
Stadium kista dan tropozoit dapat berlangsung di dalam satu jenis hospes. Hospes alamiah adalah babi, dan manusia merupakan  hospes insidentil. Jika kista infektif tertelan di dalam usus besar akan berubah menjadi bentuk tropozoit. Di lumen usus atau dalam submukosa usus, tropozoit tumbuh dan memperbanyak diri (multiplikasi). Jika lingkungan usus kurang sesuai bagi tropozoit akan berubah menjadi kista.

Stadium kista parasit yang bertanggung jawab dalam proses penularan balantidiasis (1)Umumnya kista tertelan melalui kontaminasi pada makanan dan air (2).  Setelah tertelan, terjadi excystation pada usus halus, dan tropozoit berkoloni di usus besar (3)Tropozoit dalam lumen usus besar binatang dan manusia, dimana memperbanyak diri dengan cara pembelahan binary fission (4).  Tropozoit menjadi kista infektif (5).  Beberapa tropozoit menginvasi ke dinding usus besar dan berkembang, beberapa kembali ke lumen dan memisahkan diri.  Kista matang keluar bersama tinja (1). (lihat siklus hidup)



Reproduksi
Berlangsung secara binary transverse fission (belah diri melintang), yaitu tropozoit melakukan pembelahan diri dan secara konjugasi, dimana 2 tropozoit membentuk kista bersama, dan kemudian bertukar material dari inti dan berpisah kembali menjadi 2 tropozoit baru.



Patologi dan Gejala Klinis
Pada umumnya balantidiasis tidak menampakkan gejala klinis, dan infeksi pada manusia terjadi karena makan kista infektif yang tertelan bersama air atau makanan yang telah tercemar tinja babi atau penderita lainnya. Pada usus besar (utamanya) menimbulkan ulserasi, sehingga menimbulkan perdarahan dan pembentukan lendir di tinja penderita. Penderita tidak mengalami demam pada kasus balantidiosis usus besar.

Mukosa dan submukosa usus diinvasi dan dirusak oleh jasad yang memperbanyak diri. Invasi berhasil dengan bantuan fermen-fermen sitolitik dan penerobosan secara mekanik. Parasit memperbanyak diri dengan membentuk sarang dan abses kecil yang kemudian pecah menjadi ulkus yang lonjong dan tidak teratur dengan pinggiran merah yang menggaung. Dengan kelainan mulai dari hiperemi cataral yang sederhana sampai pada ulkus yang jelas. Masing-masing tukak mungkin terpisah dengan mukosa yang normal atau hiperemik di antaranya atau ulkus-ulkus itu menjadi satu dengan sinus-sinus yang saling berhubungan.

Pada semua kasus berakibat fatal terdapat ulkus multipel dan difus dan terdapat gangren. Sediaan histologik menunjukkan daerah-daerah hemoragik, infiltrasi sel bulat, abses, ulkus nekrotik, dan terdapat invasi parasit, reaksi utama ialah sel inti satu yang menyolok kecuali bila ada infeksi bakteri yang sekunder. Pada waktu eksaserbasi pada infeksi yang kronis terdapat ulkus-ulkus kecil dan tidak jelas. Mukosa mengalami peradangan merata dan mungkin terdapat daerah-daerah kecil yang diliputi suatu membran dan di bawahnya ada jaringan yang terkelupas. Pada infeksi sedang yang akut mungkin terdapat tinja yang encer sebanyak 6 - 15 x sehari dengan lendir, darah dan nanah. Pada keadaan kronis mungkin terdapat diare yang timbul-hilang diselingi oleh konstipasi, nyeri pada colon, anemi dan cachexia.

Banyak infeksi berjalan tanpa gejala, dan prognosis tergantung pada hebatnya infeksi dan reaksi terhadap terapi. Prognosis baik pada infeksi tanpa gejala dan pada infeksi kronis. Balantidiasis tidak berhasil menyerbu hati. Jumlah infeksi yang kecil dan kegagalan untuk menimbulkan infeksi secara eksperimen, menunjukkan kekebalan bawaan yang tinggi pada manusia.

Diagnosis
Secara klinik balantidiasis dapat dikacaukan dengan disentri lain dan demam usus. Diagnosis tergantung pada berhasilnya menemukan trofozoit dalam tinja encer dan lebih jarang tergantung pada penemuan kista dalam tinja padat, dan tinja harus diperiksa beberapa kali, karena pengeluaran parasit dari badan manusia berbeda-beda. Pada penderita dengan infeksi di daerah sigmoid-rectum, pemakaian sigmoidiskop berguna untuk mendapatkan bahan pemeriksaan.
Diagnosis laboratorium dapat ditentukan dengan pemeriksaan tinja untuk menemukan bentuk kista atau tropozoit Balantidium coli.

Pengobatan dan Pencegahan
Obat-obatan yang sering digunakan adalah dari golongan diiodohidroksikinolin (diiodokin), sediaan arsen (karbarson)dan oksitetrasiklin. Pencegahan dilakukan dengan menghindari pencemaran makanan dan minuman dari tinja penderita atau babi. 

Epidemiologi
Pada manusia frekuensi Balantidium coli rendah, sedangkan frekuensi pada babi tinggi berkisar anatar 63 - 91%. Babi mengandung Balantidium coli dan Balantidium suis. Spesies Balantidium coli dapat menular kepada manusia sedangkan Balantidium suis tidak dapat ditularkan kepada manusia.
Bukti epidemiologik yang menyokong pendapat bahwa babi bukan sumber utama daripada infeksi manusia, dan ini bertentangan dengan pendapat dahulu. Frekuensi infeksi rendah pada manusia yang bekerja di daerah-daerah yang ada hubungan erat antara mereka dengan babi dan manusia refrakter terhadap infeksi dengan “strain” babi. Bila terjadi suatu wabah maka manusia yang menjadi sumber infeksi utama, di mana penularan terjadi dari tangan ke mulut dan dari makanan yang terkena kontaminasi.

Sabtu, 25 September 2010

Mengapa Perlu Manajemen Stratejik di Rumah Sakit ?

Konsep manajemen stratejik dipergunakan di sektor kesehatan di negara maju sejak tahun 1970an. Sebelumnya, berbagai lembaga pelayanan kesehatan tidak berminat untuk menggunakannya karena lembaga-lembaga tersebut banyak yang masih independen, merupakan lembaga non-profit, dan penganggaran pelayanan kesehatan diberikan berdasarkan ongkos pelaksanaan plus keuntungan.

DI Indonesia, hampir seluruh dari 325 RS Umum Daerah  pada tahun 1995 tidak mempunyai konsep mengenai penulisan rencana stratejik sebagai pedoman untuk pengembangan kegiatan rumahsakit. Pelatihan yang diberikan oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK-UGM bersama dengan Ditjen PUOD Departemen Dalam Negeri telah membawa perubahan ke arah pengembangan rencana stratejik. Akan tetapi hasil dari pelatihan nasional masih kecil dampaknya (Sufandi, Trisnantoro dan Utarini, 2000). Berdasarkan data tersebut, menarik untuk dicermati bahwa rumahsakit di Indonesia, khususnya RS pemerintah   belum mempunyai motivasi untuk mengembangkan manajemen stratejik sebagai konsep dasar dalam sistem manajemennya. Oleh karena itu perlu ditekankan bahwa manajemen stratejik berguna di sektor rumahsakit untuk:

1.    memahami perilaku kompetitif dalam sistem pelayanan kesehatan yang melibatkan rumahsakit, dokter, penggalian sumber biaya, dan manusia.
2.    memahami perkiraan dampak strategi yang diambil terhadap posisi bersaing. Hal ini terjadi berdasarkan filosofi “survival” dimana untuk bertahan dan berkembang, sebuah rumahsakit harus mempunyai strategi pengembangan.
3.    memahami aspek komitmen dari sumber daya manusia. Dengan menggunakan konsep manajemen stratejik akan terdapat pemahaman mengenai kadar komitmen sumber daya manusia untuk pengembangan rumahsakit. Dengan menyusun rencana stratejik, pelaksanaan, dan pengendalian stratejik maka akan terlihat kelompok sumber daya manusia yang mempunyai komitmen dan yang tidak.
           
Manfaat-manfaat manajemen stratejik di rumahsakit memang mungkin belum diperhatikan oleh seluruh sumber daya manusia di rumahsakit. Hal ini sebenarnya terkait sekali dengan keadaan yang terjadi di rumahsakit Indonesia dimana sudah menjadi kelaziman, rumahsakit tidak mampu memberi kehidupan yang layak untuk sumber-daya manusianya. Akibatnya sumber daya manusia rumahsakit, khususnya RS pemerintah cenderung untuk mencari tambahan pendapatan di luar rumahsakit. Ketika pendapatan di luar ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan dari rumahsakitnya, maka terjadilah kehilangan komitmen dan kehilangan pula nilai kompetitifnya.
Fenomena tersebut dapat dilihat pada maraknya kegiatan penyusunan rencana stratejik pada penghujung dekade 1990an. Dalam kegiatan tersebut, kelompok sumber daya manusia yang paling bersemangat adalah para manajer, sementara para klinisi cenderung untuk tidak bersemangat. Hal ini disebabkan para manajer rumahsakit sudah menyadari aspek kompetitif yang dapat mengurangi atau menambah pendapatannya. Sementara itu para klinisi belum merasakan adanya kebutuhan untuk pengembangan rencana stratejik. Apabila kelompok klinisi dominan dalam pengambilan keputusan di rumahsakit, maka konsep manajemen stratejik dengan proses penyusunan rencana stratejik, bukanlah hal penting untuk dilakukan.
Akibat yang terjadi adalah kehilangan daya saing pada jangka panjang.  Dengan penurunan daya saing ini maka terjadilah apa yang disebut sebagai bulgurisasi rumahsakit pemerintah. Proses bulgurisasi ini berdasarkan pada konsep rumahsakit pemerintah sebagai lembaga inferior yang sama sekali tidak mempunyai daya saing. RS pemerintah atau dapat juga RS swasta (dalam konteks persaingan dengan RS luar negeri), hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke atas tidak dipunyainya. Sementara itu subsidi rumahsakit pemerintah sangat kecil yang tidak mampu mengikat para staf rumahsakit untuk bekerja secara penuh waktu. Akibatnya mutu menjadi rendah yang hanya dimaui oleh masyarakat miskin yang tidak punya pilihan lain. Pada saat masyarakat miskin meningkat pendapatannya, maka pelayanan rumahsakit pemerintah akan ditinggalkannya. Filosofi manajemen stratejik dapat dipergunakan untuk menghindarkan rumahsakit pemerintah dari keterpurukan sebagai benda inferior. Hal inilah yang menjadi relevansi utama mengapa sebaiknya rumahsakit mengambil manfaat dari konsep manajemen stratejik.

Sumber : Laksono Trisnantoro