Tentang Saya

Foto saya
Status dosen tetap di jurusan Analis Kesehatan Poltekkes kemenkes Banjarmasin, melalui blog ini saya ingin berbagi pada teman-teman yang menyukai perkembangan bidang kesehatan, terutama tentang manajemen kesehatan dan Laboratorium Kesehatan. Blog ini menyajikan berbagai materi perkuliahan, artikel, hasil penelitian bidang laboratorium kesehatan. Selain itu saya juga dosen pada PSKM Unlam, Akademi Kebidanan dan Akademi Keperawatan di Banjarmasin, Banjarbaru & Martapura. Buku yang telah telah diterbitkan oleh EGC Penerbit Buku-Buku Kedokteran Jakarta tahun 2009 berjudul Parasitologi Untuk Keperawatan. Buku lainnya yang telah disusun dan belum diterbitkan diantaranya buku Helmintologi Medik dan Protozoologi Medik untuk Analis Kesehatan.

Kamis, 07 Oktober 2010

Plasmodium

Protozoa bersporozoa dari genus plasmodium adalah parasit amuboid intrasel vertebrata yang menghasilkan pigmen dengan satu habitat dalam sel darah merah dan lainnya dalam sel jaringan lain, penularan pada manusia melalui gigitan dari berbagai spesies nyamuk betina dari genus anopheles yang telah menyelesaikan siklus perkembangan seksual dalam tubuhnya (siklus sporogoni yang menghasilkan sporozoit infektif).
Penyakit malaria sudah dikenal sejak zaman Yunani. Klinik penyakit malaria khas, mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil, maka pada waktu itu sudah dikenal demam tersiana (demam berulang tiga hari) dan kuartana (demam berulang empat hari). Disamping itu terdapat pula adanya kelainan pada limpa, berupa splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras), sehingga tidak heran dulunya disebut sebagai demam kura. Namun awalnya penyakit ini dianggap sebagai penyakit hukuman para dewa karena terjadinya wabah disekitar kota Roma, yang kondisi daerahnya berawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk disekitarnya, maka penyakit tersebut dinamakan malaria (mal = buruk, area = udara).
Abad ke XIX, Laveran menemukan bentuk pisang (gametosit) secara mikroskopis dalam darah penderita malaria, dan selanjutnya Ross, 1897 membuktikan penularan penyakit malaria oleh nyamuk Anopheles yang banyak terdapat di rawa-rawa.
Genus plasmodium merupakan penyebab penyakit malaria yang mempunyai keunikan, karena terdapat 2 macam tuan rumah, yakni manusia  sebagai "intermediate host " dan  nyamuk Anopheles sebagai " definitive host".
 
Genus plasmodium mempunyai 4 spesies penting dalam parasitologi medik, yaitu : (1) Plasmodium falcifarum (malaria tertiana maligna) : penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan penyakit  malaria berat/malaria  otak  dengan kematian. (2) Plasmodium vivax (malaria tertiana benigna) : penyebab malaria tertiana yang ringan. (3) Plasmodium malariae : penyebab malaria quartana. (4) Plasmodium ovale (malaria tertiana ovale), jenis ini jarang sekali dijumpai,  umumnya banyak di Afrika dan fasifik barat.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian ini disebut Infeksi campuran (mixed infection). Umumnya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara P.falciparum dan P.vivax atau P.malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya.
Selain yang ditemukan pada manusia spesies-spesies dari plasmodium juga ditemukan pada kera yang morfologinya mirip seperti pada manusia, di antaranya Plasmodium cynomolgi mirip Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi seperti Plasmodium falcifarum. Dan Plasmodium rodhaini yang dijumpai pada chimpanse, serta Plasmodium brasilianum yang mirip dengan Plasmodium malariae ditemukan pada kera di Amerika selatan.
Malaria umumnya menyerang pada daerah tropika dan subtopika, meskipun dilaporkan adanya kasus baru-baru di Turki yang memperlihatkan kapasitas dan daya bangkit yang besar dari penyakit ini muncul kembali pada daerah-daerah yang telah bebas dari plasmodium. Pada masa lalu, penularan terjadi pada banyak daerah beriklim sedang. Malaria daerah iklim sedang biasanya tidak setabil dan relatif mudah diawasi atau diberantas, sementara malaria daerah tropika seringkali lebih stabil, sukar diawasi, dan jauh lebih sukar diberantas.
Pada daerah tropika, malaria umumnya menghilang pada ketinggian di atas 6000 kaki. Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum misalnya, merupakan spesies malaria yang paling sering ditemukan, terdapat di Seluruh daerah malaria, dan Plasmdoium malariae juga tersebar luas tetapi jauh lebih jarang.sementara Plasmodium ovale jarang ditemukan kecuali di Afrika Barat, di mana tampaknya P ovale  mengantikan P vivax. Semua bentuk malaria dapat ditularkan secara artificial oleh transfusi darah atau penggunaan jarum bersama-sama di antara penderita bila salah satu terkena infeksi. Kasus “malaria jarum” seperti ini tidak menimbulkan infeksi hati atau eksoeritrositer; jadi relaps tidak terjadi. Infeksi alamiah (bukan penularan transplasenta) hanya berlangsung melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terkena infeksi.
Penyakit malaria bertanggungjawab atas tingginya angka kematian di banyak negara dunia. Diperkirakan sekitar 1,5 juta hingga 2,7 juta jiwa melayang setiap tahunnya akibat penyakit ini. Penyebaran malaria juga cukup luas di banyak negara dunia termasuk Indonesia. Risiko yang lebih tinggi dihadapi oleh kaum wanita yang sedang hamil dan juga anak-anak kecil.
Pengawasan malaria tergantung pada pembersihan tempat perindukan nyamuk, perlindungan perorangan terhadap nyamuk (kasa, kelambu, obat nyamuk), pengobatan dengan obat supresi bagi orang yang kontak, dan pengobatan adekuat penderita dan pembawa parasit. Pemberantasa, suatu bidang yang sangat kompleks, memerlukan pemutusan kontak antara nyamuk Anopheles  dan manusia dalam jangka waktu yang cukup untuk mencegah penularan, dengan menghilangkan semua kasus aktif melalui pengobatan dan penyembuhan spontan.
 
Distribusi Geografik
Malaria ditemukan 64o Lintang Utara (Archangel di Rusia) sampai 32o Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari daerah rendah 400 m di bawah permukaan laut (laut mati) samapai 2600 m di atas permukaan laut (Londiani di Kenya) atau 2800 m (Cochabamba di Bolivia) dan secara geografik.
Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia. Pada daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk baru dari daerah non endemik sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan banyak kematian. Lebih dari ½ penduduk Indonesia masih hidup di daerah terjadinya penularan malaria, sehingga beresiko tertular malaria.
Berulangnya kejadian luar biasa (KLB) malaria di Kabupaten Banyumas dalam selang waktu enam bulan (2003) menurut Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Prof Dr dr Umar Fahmi Achmadi MPH merupakan akumulasi akibat dari krisis ekonomi, perubahan iklim, mobilitas manusia, serta kendurnya pemantauan populasi nyamuk di wilayah itu (Kompas, 25 Januari 2003). Dengan demikian maka perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap berulangnya wabah penyakit ini pada daerah-daerah yang pernah terjadi KLB atau belum terdeteksi.  
 
Cara Penularan
Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar ludahnya, disebut masa ingkubasi ekstrinsik sporozoit adalah bentuk infektif, penularan dapat terjadi dengan 2 cara ; (1) Penularan secara alamiah (melalui vektor) ; bila sporozoit dimasukkan kedalam badan manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles. (2) Penularan non alamiah (induced) ; terjadi bila stadium asexual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk dalam badan manusia dengan cara ; (a) Malaria bawaan ; terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta. (b) Secara mekanik ; terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak steril lagi ; cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi di salah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intravena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai. (c) Secara oral; cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara (P.relection) dan monyet  (P. knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh P.malariae belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang manusia. Infeksi malaria pada waktu yang lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu penderita sifilis yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya. Cara ini sekarang tidak pernah dilakukan lagi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya gametosit pada penderita, umur nyamuk, dan kontak antara manusia dengan nyamuk.
 
Gejala Klinis
Perjalanan penyakit malaria terdiri dari serangan demam paroksisme, splenomegali, dan anemia (trias malaria). Gejala penyakit yang timbul berhubungan dengan beberapa masa inkubasi yang terjadi pada parasit, di antaranya berhubungan dengan masa inkubasi intrinsik, yaitu waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8 – 37 hari tergantung spesiesnya, pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes, dan juga tergantung dari cara masuknya parasit dalam tubuh hospes. Masa prapaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukannya parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit sudah melewati masa ambang mikroskopik (microscopic threshold) Masa inkubasi intrinsik melalui penularan nyamuk tiap spesies plasmodium sebagai berikut ; Plasmodium falsifarum selama 12 hari, Plasmodium vivax dan ovale berlangsung 13 – 17 hari, dan Plasmodium malariae selama 28 – 30 hari.

Siklus Hidup
Siklus hidup keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual (sporogoni) dalam tubuh nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan verteberata (manusia).
Fase aseksual mempunyai dua siklus, yaitu siklus dalam sel parenkim hati atau stadium jaringan (siklus skizogoni eksoeritrositer), dan dapat berlangsung dengan cara skizogoni eksoeritrositer primer (terjadi setelah sporozoit masuk dalam darah dan bersiklus dalam sel hati), dan skizogoni eksoeritrositer skunder (terjadi karena sebagian stadium eksoeritrositer bersimpan dalam sel hati, dalam beberapa bulan kemudian baru memulai siklusnya). Sedangakan fase aseksual dalam siklus eritrositer terjadi setelah pecahnya skizon hati dan merazoitnya memasuki sel darah merah.
Parasit malaria dalam siklus hidupnya membutuhkan dua hospes. Melalui aliran darah, nyamuk Anopheles betina menginokulasi sporozoit ke dalam tubuh manusia (1). Sporozoites menginfeksi sel hati (2) dan berkembang menjadi schizont (3), pecah dan mengeluarkan merozoites (4). (catatan, P. vivax and P.ovale memiliki stadium dormant [hypnozoites] berdiam dalam hati dan dapat menyebabkan kambuh kembali untuk menginvasi dalam darah beberapa minggu atau satu tahun kemudian)  sesudah memperbanyak diri dalam hati ini (exo-erythrocytic schizogony (A), selanjutnya parasit memasuki perkembangbiakan secara asexual dalam erythrocytes (erythrocytic schizogony) (B).  Merozoites menginfesi sel darah merah (5). Stadium ring, trophozoites mature selanjutnya menjadi schizonts, yang akan menghasilkan merozoites (6). Beberapa parasit berubah menjadi bentuk stadium sexual erythrocytic (gametocytes) (7).  Stadium parasit dalam darah penyebab terjadinya gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ini 
Gametocytes, jantan (microgametocytes) dan betina (macrogametocytes), masuk dalam tubuh nyamuk Anopheles melalui darah yang terisap (8). Dalam tubuh nyamuk parasit memperbanyak diri dengan cara sporogonic cycle (C). dalam tubuh nyamuk microgametes melakukan penetrasi ke macrogametes untuk menghasilkan zygotes (9). zygotes bergerak dan memanjang (ookinetes) (10) keluar dari dinding lambung nyamuk untuk berkembang menjadi oocysts (11). Oocysts tumbuh, matang, dan mengeluarkan sporozoites (12), selanjutnya hidup berdiam pada kelenjar saliva. sporozoites siap diinokulasikan ke tubuh manusia lainnya untuk kembali melangsungkan siklus hidupnya (1)
 
Diagnosa Laboratorium
Malaria biasanya dihubungkan dengan pasien yang mempunyai riwayat perjalanan ke daerah endemis, meskipun cara infeksi lainnya juga telah diketahui. Apabila ada permintaan di laboratorium untuk pulasan malaria, harus dibuat anamnesa dari pasien tersebut.  Beberapa hal yang perlu diketahui dari pasien, antara lain :
1. Apakah pasien pernah bepergian ke daerah endemis?
2. Apakah pasien sebelumnya pernah didiagnosa malaria? Apa spesiesnya?
3. Pengobatan apa (profilaksis atau yang lainnya) yang pernah didapat pasien untuk berapa lama? Bilamana dosis terakhir dimakan?
4. Apakah pasien pernah mendapat transfusi darah?
5. Apakah pasien pemakai obat terlarang?
6. Kapan spesimen darah diambil dan apakah ada gejala-gejala pada saat itu? Apakah ada tanda-tanda demam periodik?
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut dapat membantu menyingkirkan kemungkinan infeksi dengan P.falciparum karena biasanya hanya spesies ini yang dapat menyebabkan kematian.
Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya terdapat satu spesimen darah dalam laboratorium untuk pemeriksaan.  Meskipun demikian satu sediaan atau spesimen tidak dapat dipercayai untuk menyingkirkan diagnosis, terutama apabila telah digunakan pengobatan atau profilaksis parsial. Penggunaan obat malaria secara parsial dapat menyebabkan berkurangnya jumlah organisme akibatnya pada pulasan darah hanya dijumpai sedikit organisme, yang menggambarkan parasitemia yang rendah padahal pasien sedang menderita penyakit yang berat.  Jumlah parasit yang sedikit pada sediaan darah dapat juga terjadi pada fase awal atau relaps.
Diagnosis malaria di laboratorium dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antarnya diagnosis dengan mikroskop cahaya, teknik mikroskop khusus, dan metode tanpa menggunakan mikroskop.
 
Diagnosa dengan mikroskop cahaya
Sampai saat ini pemeriksaan malaria secara mikroskopis cahaya merupakan cara diagnosis laboratorium yang paling di andalkan dibanding dengan cara pemeriksaan lainnya, sehingga secara teknis, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diagnosis laboratorium secara mikroskopis ini perlu dikendalikan hal-hal sebagai berikut ;
1. Dianjurkan untuk mengambil darah dari ujung jari apabila hanya sedikit darah yang dibutuhkan (tidak ada permintaan pemeriksaan lainnya) dan harus aseptis.
2. Darah yang keluar harus bebas ketika diambil untuk membuat sediaan dan tidak boleh tercampur dengan alkohol yang dipakai untuk membersihkan jari sebelumnya.
3. Darah dapat dikumpulkan dengan mempergunakan antikoagulan EDTA. Tetapi bila disimpan untuk waktu yang lama, titik-titik dalam eritrosit yang terinfeksi tidak akan terlihat (misalnya P.vivax).  perlu diingat bahwa perbandingan yang akurat antara darah dan antikoagulant penting untuk mendapatkan morfologi parasit yang baik.
4. Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal, diutamakan dengan cara/metode sediaan darah tebal, dengan kriteria : (a) diameter sediaan darah atau lebar sisi 1 cm. (b) tebal darah 20 mikron, yang dapat dicek dengan meletakkan tulisan/koran ukuran sedang dibawah sediaan, tulisan tersebut masih dapat terbaca atau terlihat di bawah mikroskop.
5.  Setiap lapangan pandang (LP) mikroskop terdapat  +10 – 20 leukosit.
6.  Sediaan darah diwarnai dengan giemsa 5% selama 45 – 60 menit atau 10% selama 15 – 20 menit. Larutan giemsa harus selalu dibuat baru saat akan digunakan.  Larutan dibuat sesuai kebutuhan dengan perhitungan 1 ml larutan untuk setiap slide. Dapat juga digunakan pulasan lainnya yaitu wright atau wright-giemsa.
7. Parasitemia rendah dengan bentuk cincin yang tidak jelas menyebabkan parasit tidak terdeteksi sehingga dianjurkan untuk memeriksa dengan minyak emersi atau anisol dengan pembesaran 500 – 600kali (5 atau 6 x 100)
8. Paling sedikit diperiksa 100– 150 LP ( telah melihat 1000 – 1500 leukosit) sebelum melaporkan suatu hasil yang negative, karena satu set sediaan dengan hasil negatif belum menyingkirkan kemungkinan malaria,  harus dilakukan pemeriksaan lagi 36 jam kemudian.
9. Jumlah LP yang diperiksa harus ditambah apabila pasien menelan obat profilaktit dalam 48 jam terakhir (jumlah sel yang terinfeksi dapat berkurang).
10.Setiap laboratorium yang mempunyai ahli untuk melakukan identifikasi malaria harus siap selama 24 jam/ 7 hari seminggu.
11.Penulisan Hasil Pemeriksaan ; (a) Kebutuha epidemiologi ; F (P.falsifarum +)jika ditemukan ring, F+g (P.falsifarum +) jika ditemukan ring dan gametosit pisang (khas), Fg (P.falsifarum +) jika hanya ditemukan bentuk gametosit pisang (khas), V (P.vivax +) jika ditemukan bentuk tropozoit ameboid dan bentuk vivax lainnya, M (P.malariae +) jika ditemukan bentuk tropozoit dan lainnya dari P.malariae, Mix (jika ditemukan bentuk khas dari P.vivax dan atau P.falsifarum, atau Pmalariae. (b) Tingkat Puskesmas atau rumah sakit ; cukup disebutkan negatif atau positif dengan keterangan jenisnya : Pf, Pv, mix atau gametosit Pf. (c) Evaluasi diagnostic dan terapi ; secara khusus hasil pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui kepadatan parasit malaria, dan dapat dituliskan menurut cara WHO : Tidak ditemukan plasmodium pada 100 LP ; (-) negative, ditemukan 1–10 pada 100 LP ; (+), ditemukan 11–100 pada LP ; (++). ditemukan 1–10 pada setiap LP ; (+++). ditemukan 11–100 pada setiap LP ; (++++). (d) Pemeriksaan Cross – Check ; Setiap sediaan yang positif dan 5% dari sediaan negatif yang dipilih secara acak dikirim ke laboratorium malaria dinkes kabupaten atau provinsi untuk diperiksa ulang dalam rangka pembinaan dan pemantauan kualitas mikroskopis yang melakukan pemeriksaan lebih awal.
Ketenagaan dan ruangan kerja di Rumah Sakit atau Puskesmas dengan Perawatan ; Perlu adanya tenaga yang dapat melayani pemeriksaan laboratorium secara cito agar hasilnya dapat segera diketahui. (a) Tenaga tersebut tidak harus dikhususkan untuk pemeriksaan malaria.  Analisis yang bekerja di laboratorium RSU perlu diikutsertakan dalam penataran mikroskopis malaria. (b) Laboratorium pemeriksaan malaria perlu diberikan tempat kerja khusus, tidak perlu ruangan khusus, yang mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup baik melalui jendela yang lebar maupun lampu penerangan yang terang, ada wastafel dengan air mengalir, meja mikroskop dengan kursi yang dapat diatur tinggi rendahnya, almari penyimpan mikroskop yang selalu kering dan mempunyai lampu 25 – 40 watt yang selalu menyala sehingga mikroskop tidak rusak karena jamur yang tumbuh ditempat yang lembab. (c) Peralatan dan Bahan Laboratorium ; diperlukan paling sedikit sebuah mikroskop monokuler berbentuk tubus tanpa prisma dengan lensa okuler 5x, objektif 100x dan bekerja dengan cermin cekung serta mempunyai alat penggeser objek yang diperiksa. Tersedia dalam jumlah mencukupi : objek glass, vaksinostil steril, alat pensteril ulang untuk vaksinostil. Diperlukan alat-alat penunjang : buku register pemeriksaan, tempat penyimpanan vaksinostil yang sudah steril, kotak penyimpan objek glass, pipet sederhana, gelas ukur 100 cc dan 10 cc, rak pengering, kapas, sabun deterjen, kain lap, alat tulis dan spidol. Bahan kimia yang diperlukan : giemsa stok 100 cc, alkohol 70% sebanyak 1 liter, tablet buffer yang semuanya mencukupi kebutuhan untuk pemeriksaan 2000 SD selama setahun.  
Diagnosa menggunakan mikroskop khusus
1.  Teknik QBC (Quantitatif Buffy Coat) dengan pulasan jingga akridin yang berflouresiensi dengan pemeriksaan mikroskop flouresiensi.
2.  Teknik Kawamoto merupakan modefikasi teknik dengan pulasan jingga akridin yang memulas sediaan darah bukan dengan giemsa tetapi dengan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

Metode tanpa mikroskop
Perkembangan teknologi laboratorium untuk mendeteksi penyakit malaria tanpa menggunakan mikroskop dengan cara mendeteksi protein atau asam nukleat parasit.
1.  Teknik dip-stick ; yaitu suatu metode untuk mendeteksi imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik parasit. Tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan hanya sedikit membutuhkan latihan, dan dapat dilakukan untuk tes missal, namun tes ini masih mempunyai keterbatasan, di antaranya ; (a) Hanya spesifik untuk Plasmodium falsifarum (P.vivax dalam tahap perkembangan). (b) Tidak dapat mengukur secara kuantitatif densitas parasit. (c) Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan hasil positif. (d) Gametosit muda mungkin masih dapat dideteksi. (e) Biaya masih cukup mahal.
2.  Metode berdasarkan deteksi asam nukleat ; yaitu hibridisasi DNA atau RNA.

Tidak ada komentar: